Pangeran Norodom Sihanouk dari
Kamboja dan anggota delegasinya berjalan kaki dari
Hotel Savoy Homann, tempat mereka menginap, menuju
Gedung Merdeka, tempat
Konferensi Asia Afrika diselenggarakan
18-20 April 1955. Pangeran Norodom Sihanouk adalah salah satu kepala pemerintahan yang hadir di KAA. Selain Sihanouk, juga hadir
Perdana Menteri Tiongkok Chou En Lai, PM Burma (kini,
Myanmar)
U
Nu, PM India Jawaharlal Nehru, PM Pakistan Muhamad Ali Bogra, PM Sri
Lanka Sir John Kotelawala, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, dan
PM Vietnam Utara Pham Van Dong.
Ada 29 negara dan 1 utusan mengirim delegasi ke KAA, yakni 28 peserta, 1 peninjau (
Siprus), dan satu utusan (
Jerusalem Palestina). Ke-28 negara lain,
Afganistan,
Arab Saudi, Burma, Etiopia, Filipina, India, Indonesia, Iran, Irak,
Jepang, Jordania, Kamboja, Laos, Lebanon, Liberia, Mesir, Nepal,
Pakistan, Pantai Emas (kini,
Ghana),
Tiongkok, Sri Lanka, Sudan, Suriah, Thailand, Turki, Vietnam Selatan, Vietnam Utara, dan
Yaman.
Tidak tanggung-tanggung, ada ratusan tamu asing yang tiba di Bandar
Udara Kemayoran, Jakarta, dan kemudian menuju ke Bandung melalui jalan
darat untuk mengikuti KAA. Total tamu yang hadir di Bandung jumlahnya
sekitar 1.500 orang, dan mereka akan ditempatkan di 14 hotel besar dan
31 bungalo di sepanjang Jalan Cipaganti, Jalan Lembang, dan Jalan
Ciumbuleuit. Hampir semua kepala pemerintahan menginap di bungalo,
kecuali beberapa yang memilih menginap di Hotel Savoy Homann. KAA
diliput 377 wartawan, dari dalam dan luar negeri. Mereka diinapkan di
Hotel Swarha Islamic di pojok Alun-alun Bandung.
Presiden Soekarno turun sendiri untuk mengecek persiapan
penyelenggaraan KAA. Ia bahkan menentukan makanan apa saja yang
disajikan kepada para tamu KAA. Ia menginginkan para tamu disuguhi
makanan khas Indonesia, seperti soto, sate, dan gado-gado. Dan, juga
makanan ringan, seperti klepon, pukis, lemper, kue lapis, dan cendol.
Untuk memberikan layanan telekomunikasi yang maksimal, jaringan telepon,
telegram, dan pos ditingkatkan pelayanannya. Kemampuan pengiriman
telegram ditingkatkan hingga 100.000-200.000 kata per hari. Pimpinan
Pos, Telepon, dan Telegram bekerja ekstra keras.
Bukan itu saja, juga disediakan 145 sedan, termasuk
Plymouth Belvedere dan
Opel Kapitan
keluaran tahun 1954, 30 taksi, 20 bus, dan 230 sopir untuk melayani
keperluan para peserta dan wartawan. Bahan bakar minyak (BBM) yang
diperlukan setiap hari 30 ton, dan stok untuk 5 hari sebanyak 175 ton.
Perusahaan minyak
Stanvac berjanji akan menyediakan semua
keperluan itu. Bahkan Stanvac juga menyiapkan instalasi minyak di
Cirebon yang dapat menyimpan 800.000 liter BBM (setara hampir 800 ton).
Itu belum semua, di Bandung dibangun empat stasiun pengisian bahan bakar
minyak untuk umum (SPBU) tambahan.
Menyiapkan semua itu pada saat ini mungkin tidak ada artinya, tetapi 60
tahun yang lalu, itu adalah suatu pekerjaan yang sangat besar, yang
hampir mustahil dilakukan. Aparat keamanan yang diturunkan untuk
mengamankan KAA jumlahnya mencapai
1.700 orang.
Ada hal yang menarik tentang penyelenggaraan KAA, yang dikisahkan
Dr Roeslan Abdulgani, dalam bukunya yang berjudul
The Bandung Connection: Konperensi Asia Afrika di Bandung Tahun 1955.
Pada tahun 1955, Roeslan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal
Departemen Luar Negeri dan memimpin Sekretariat Bersama Penyelenggaraan
KAA.
Ketika sidang pleno diistirahatkan pada pukul 13.00, dan akan
dilanjutkan kembali pukul 15.00, hujan turun dengan amat derasnya. Ruang
sidang pleno bocor, air membasahi kursi dan meja yang diperuntukkan
bagi para menteri dan pejabat-pejabat tinggi serta menggenang di lantai.
Ada dua hal yang menguntungkan, yaitu para delegasi sudah meninggalkan
ruang sidang dan pada pukul 14.00 hujan berhenti. Pintu ruang sidang pun
langsung dikunci dan Roeslan langsung memimpin sendiri petugas-petugas
di tempat itu untuk mengeringkan meja, kursi, dan lantai yang tergenang
air. Mereka menggunakan lap-lap pel, karung goni, lap yang dapat
menyerap air, dan ember-ember.
Pukul 14.45, ruangan sidang dapat dikeringkan dan semua dapat bernapas
lega kembali. Bayangkan, betapa malunya kita jika sampai para delegasi,
atau para wartawan asing, mengetahui kebocoran itu. Cerita Roeslan dalam
bukunya tersebut.