Sebuah roket ditembakkan ke Israel utara dari Libanon selatan. Militer Israel langsung menanggapi itu dengan sebuah serangan artileri, kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Jumat (11/7/2014).
Roket tersebut mendarat di dekat kota Metula di Israel
utara, yang terletak tepat di perbatasan Lebanon. Sejauh ini tidak ada
kerusakan atau korban yang dilaporkan. Masih tidak jelas siapa yang
menembakkan roket itu.
Juru bicara IDF mengatakan, Israel
meminta pemerintah Libanon bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Kantor berita resmi Lebanon, NNA, melaporkan bahwa dua roket telah
diluncurkan dari kota Mari di Libanon Selatan. Roket ketiga dilaporkan
gagal meluncur.
Serangan artileri Israel mendarat di pinggiran Kfarshouba, tambah kantor berita itu.
Baku tembak tersebut terjadi di tengah sejumlah serangan udara Israel di Gaza terhadap kelompok militan Hamas dan gempuran roket yang ditembakkan ke Israel dari Gaza.
Saat kekhawatiran akan serangan darat Israel berkembang di antara penduduk Gaza pada Kamis (10/7/2014), Israel mengungkapkan bahwa pihaknya telah memperkuat pasukannya dengan memanggil sekitar 30.000 tentara cadangan ke unit-unit mereka.
"Kami
memanfaatkan pasukan itu untuk memungkinkan kami menciptakan sebuah
kekuatan besar di sekitar Gaza, yang jika diperlukan, kami akan dapat
memobilisasinya sesegera mungkin," kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Peter Lerner kepada CNN.
Kabinet Israel
telah melakukan otorisasi militer untuk memanggil 40.000 tentara jika
diperlukan. Jumlah itu 10.000 lebih banyak dari yang dipanggil saat
serangan Israel ke Gaza pada November 2012.
Juru
bicara pemerintah Mark Regev mengatakan, banyak dari tentara cadangan
itu telah dikerahkan. "Kami sudah siap pergi, jika kami harus pergi,"
katanya kepada CNN.
Regev mengatakan, Israel
tidak menginginkan situasi di mana Hamas diberi jeda waktu yang dapat
digunakan kelompok itu untuk kembali menyusun kekuatan sebelum memulai
lagi serangannya.
Suasana muram terjadi di Gaza, di mana
orang-orang memperkirakan yang terburuk. Banyak orang tidak punya tempat
untuk melarikan diri dan tidak ada tempat untuk berlindung dari bom.
"Saya tidak bisa pergi. Saya tak punya tempat untuk pergi. Lebih baik
tinggal di rumah, di dalam dan aman," kata salah seorang warga kota
Bait Hanoun di Gaza utara kepada CNN.
Sebagian besar penduduk
tinggal di rumah-rumah tanpa ruangan yang aman dan dinding yang hanya
terbuat dari beton ringan, di mana peluru bisa tembus seperti menembus
kertas.