Nov 20, 2013

Akibat Penyadapan Australia Kerja sama RI Dan australia BEKU


Kasus penyadapan Australia terhadap Indonesia sudah berjalan beberapa pekan sejak harian Sydney Morning Herald membeberkannya pada 31 Oktober 2013. Dalam periode itu, Perdana Menteri Australia Tony Abbot sudah berkata tegas tidak akan meminta maaf, meskipun menyesal atas kasus itu, di hadapan parlemen. Padahal pemimpin oposisi Bill Shorten mendesak Tony untuk meminta maaf.
Sebaliknya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam periode yang sama masih menunjukkan sikap yang lembek, seperti biasanya. Presiden hanya baru mampu protes lewat media sosial dan menyuruh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk mewakilinya bicara di depan publik.
Untungnya, Marty mengatakan bakal terus menurunkan derajat hubungan bilateral Indonesia dengan Australia. "Kami ambil posisi evaluasi, dubes kami panggil pulang. Kami terus menurunkan hubungan pemerintah dengan Australia, biar nanti pihak mereka sendiri yang ambil keputusan."
Ini menguatkan pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa bahwa pemerintah sedang mengevaluasi hubungan kerja sama ekonomi dengan Australia. "Tapi kita tunggu, saya akan rapat dengan presiden."
Pemerintah memang seharusnya membekukan kerja sama ekonomi untuk sementara waktu, jika ingin menuntut Australia memberikan penjelasan sekaligus meminta maaf. Ini selagi hubungan kerja sama ekonomi antara kedua negara belum terlalu besar.
Berdasarkan buku statistik Indonesia 2013 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ketujuh untuk Australia pada tahun lalu. Sebaliknya, Australia negara tujuan ekspor terbesar kedelapan untuk Indonesia.
Data lain menunjukkan, total perdagangan barang dan jasa kedua negara tahun lalu sekitar USD 10 miliar per tahun. Sementara, nilai investasi yang ditanamkan pengusaha Australia di Indonesia pada periode yang sama mencapai USD 6,8 miliar.