Apr 11, 2013

Petualangan Para Juru Taktik Menemukan Resep Anti-Barcelona


Sejak Barcelona menemukan kunci menguasai dunia, sejak itu pula klub-klub rival berlomba-lomba mencari penangkalnya.

Pep Guardiola datang ke Camp Nou pada musim panas 2008 dengan pengalaman miskin di dunia kepelatihan. Guardiola tidak perlu melakukan revolusi permainan Barcelona, tetapi tinggal mempertajam warisan yang ditinggalkan Frank Rijkaard. Sederhana saja, Guardiola meminta para pemainnya memainkan bola dalam formasi segitiga serapat mungkin dan secepat mungkin. Instruksi penting lainnya, pemain harus melancarkan tekanan ke pemain lawan begitu kehilangan bola. Dunia kemudian mengenal istilah "tiki-taka" sebagai padanan frase sepakbola indah.

Laju Barcelona dan Guardiola tak terhentikan. Hampir sempurna. Kemudian datanglah pertandingan semi-final Liga Champions melawan Chelsea yang dilatih Guus Hiddink. Sadar dengan kekuatan yang dihadapi, Hiddink tampil bak jenderal Perang Dunia Kedua dengan membangun Garis Maginot guna mencegat lini tengah Barcelona. Lima gelandang sekaligus dimainkan Hiddink, yaitu Michael Essien, Michael Ballack, Frank Lampard, John Obi Mikel dan Florent Malouda. Di depan, Didier Drogba dibiarkan beraksi sendirian merusak pertahanan lawan.

Chelsea tidak kalah dalam dua pertemuan. Malahan gol tendangan gledek Essien pada menit kesembilan memberikan harapan tampil di final Liga Champions untuk kali pertama sepanjang sejarah. Sayangnya, tendangan emas Andres Iniesta mempusnya di menit ketiga injury time. Pertandingan berakhir imbang dan Barcelona lolos berkat peraturan gol tandang.

Resep anti-Barcelona berikutnya ditemukan Jose Mourinho. Bersama Internazionale pada 2010, Mourinho menyempurnakan Garis Maginot yang dibangun Hiddink. Mourinho sadar, percuma meladeni strategi menguasai bola yang diterapkan Barcelona. Dua gelandang bertahan Esteban Cambiasso dan Javier Zanetti ditugaskan serapat mungkin berada dengan empat bek di belakang mereka. Sebagai penyerang sayap, Goran Pandev dan Samuel Eto'o juga diminta membantu pertahanan. Orang bilang, sistem parkir bus!

Untuk menyerang, Wesley Sneijder diminta mengisi celah yang ada sambil mengandalkan serangan balik lewat kedua sayap. Strategi ini membuahkan kemenangan bersejarah 3-1 di Giuseppe Meazza pada leg pertama semi-final meski kemudian Inter tumbang 1-0 di Camp Nou sepekan berselang.

Metode anti-Barcelona ala Mourinho kian disempurnakan sejak pindah menangani Real Madrid. The Special One menandai debut El Clasico dengan kekalahan 5-0 di Camp Nou, tapi pelan-pelan kunci menangkal tiki-taka Barcelona ditemukannya. Total sudah 17 kali El Clasico dijalani Mourinho dan Madrid tak terkalahkan lima pertemuan terakhir.

Belakangan, Madrid bersama Mourinho mampu mengeksploitasi kelemahan Barcelona, seperti melalui set piece serta memanfaatkan sudut mati para pemain belakangnya, terutama Dani Alves.

Tito Vilanova tampil menggantikan Guardiola sejak awal musim ini, tetapi gaya permainan Barcelona tidak banyak mengalami perubahan. Sayangnya, tim-tim lawan secara bergantian mulai menemukan resep mengantisipasinya, seperti yang dilakukan dua pelatih asal Italia, Massimiliano Allegri dan Carlo Ancelotti.

AC Milan sukses membukukan kemenangan 2-0 di leg pertama babak 16 besar Liga Champions setelah Allegri dengan brilian menerapkan pertahanan zona mulai di lini tengah. Tidak ada parkir bus, tapi para gelandang Milan diminta aktif melancarkan tekanan kepada lini tengah Barcelona. Strategi ini berjalan sukses di San Siro meski Rossoneri menyerah empat gol tanpa balas di leg kedua di Camp Nou.

Lain lagi yang dilakukan Ancelotti bersama Paris Saint-Germain. Le Parisien mendobrak langsung melalui area tengah lapangan sambil memanfaatkan keunggulan fisik Zlatan Ibrahimovic. Kalau saja Ezequiel Lavezzi lebih cermat menyelesaikan kesempatan, dua kali PSG mampu memetik keunggulan cepat dalam dua pertemuan. Tak hanya kekuatan fisik Ibrahimovic, Javier Pastore dan Lucas Moura, ditambah Blaise Matuidi di leg pertama, sanggup memberikan perlawanan dari segi teknik kepada Barcelona.

Perbedaannya, Barcelona memiliki Xavi Hernandez yang mengukir rekor sempurna dengan memberikan 96 operan tepat sasaran dalam 96 percobaan. Perbedaan kedua bernama Lionel Messi. Baru masuk pada menit ke-61 karena mengalami cedera paha, Messi memberikan perubahan yang diharapkan Barcelona. Kemunculan Si Kutu menarik perhatian lebih banyak pemain PSG sehingga dapat dimanfaatkan Pedro Rodriguez untuk melesakkan gol penyeimbang. Masih terus diperdebatkan, tetapi apakah Barcelona benar-benar dilanda sindrom Messi-dependencia?

PSG tidak kalah dalam dua pertemuan, tetapi seperti Chelsea empat tahun silam mereka harus tunduk pada peraturan gol tandang. Ancelotti tidak perlu terlalu menyesal. Proses tidak selalu memberikan hasil yang diinginkan, tetapi Sang Maestro dengan pasukannya kian memberi bukti resep penangkal tiki-taka Barcelona mulai beragam.

Barangkali kini tiki-taka Barcelona harus memulai revolusinya.


EmoticonEmoticon