Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima surat balasan dari
Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Sabtu 23 November 2013. Surat itu
merupakan respons atas tuntutan pemerintah RI meminta penjelasan dari
Australia terkait penyadapan terhadap SBY, istrinya, dan sejumlah
pejabat tinggi RI lain.
SBY kini masih mempelajari surat Abbott itu. Terkait hal tersebut, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana memberi saran kepada SBY. Menurutnya, ada tiga hal yang perlu diteliti SBY sebelum memberi respons balik atas surat balasan PM Abbott.
“Pertama, dari kacamata subjektif Presiden dan jajarannya, apakah surat balasan Tony Abbott sudah menjawab secara memadai mengenai apa yang diinginkan oleh pemerintah,” kata Hikmahanto
Kedua, apakah surat balasan dari PM Abbott sudah memadai bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Hikmahanto menyatakan, jangan sampai terjadi situasi di mana menurut Presiden surat balasan itu sudah memadai, namun menurut publik belum.
Hikmahanto mengatakan pendapat rakyat Indonesia perlu diperhatikan untuk menghindari berpindahnya kemarahan publik. Rakyat yang saat ini marah ke Australia, bisa menjadi marah ke pemerintah apabila tidak mendapat penjelasan yang memuaskan.
Ketiga, bila pemerintah dan rakyat Indonesia merasa surat balasan PM Abbott belum memadai, maka Presiden SBY perlu mengambil tindakan paling keras dan tegas yang dimungkinkan menurut praktik dalam hubungan antarnegara, namun dengan tetap menjaga kelangsungan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia.
“Salah satu usulan terkait respons pemerintah bila tidak puas dengan jawaban Abbott adalah pengusiran sejumlah diplomat Australia dalam waktu 1 x 24 jam,” ujar Hikmahanto. Namun bila pengusiran diplomat itu sampai terjadi, kata dia, pemerintah RI tidak perlu meminta penjelasan lebih lanjut dari PM Abbott untuk mencegah rusaknya hubungan kedua negara.
Bila pengusiran diplomat Australia oleh RI telah dilakukan dan tidak ada balasan pengusiran diplomat Indonesia dari Australia, itu mengindikasikan Australia mengakui penyadapan yang mereka lakukan. Hanya saja mereka tidak bisa menyampaikan secara eksplisit di ruang publik.
Dengan pengusiran diplomat Australia oleh RI, maka masalah penyadapan dianggap selesai oleh kedua negara. Selanjutnya, dapat mulai dilakukan proses pemulihan hubungan antara Indonesia dan Australia. “Tentu ini akan memakan waktu agar kepercayaan pulih kembali,” kata Hikmahanto.a
SBY kini masih mempelajari surat Abbott itu. Terkait hal tersebut, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana memberi saran kepada SBY. Menurutnya, ada tiga hal yang perlu diteliti SBY sebelum memberi respons balik atas surat balasan PM Abbott.
“Pertama, dari kacamata subjektif Presiden dan jajarannya, apakah surat balasan Tony Abbott sudah menjawab secara memadai mengenai apa yang diinginkan oleh pemerintah,” kata Hikmahanto
Kedua, apakah surat balasan dari PM Abbott sudah memadai bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Hikmahanto menyatakan, jangan sampai terjadi situasi di mana menurut Presiden surat balasan itu sudah memadai, namun menurut publik belum.
Hikmahanto mengatakan pendapat rakyat Indonesia perlu diperhatikan untuk menghindari berpindahnya kemarahan publik. Rakyat yang saat ini marah ke Australia, bisa menjadi marah ke pemerintah apabila tidak mendapat penjelasan yang memuaskan.
Ketiga, bila pemerintah dan rakyat Indonesia merasa surat balasan PM Abbott belum memadai, maka Presiden SBY perlu mengambil tindakan paling keras dan tegas yang dimungkinkan menurut praktik dalam hubungan antarnegara, namun dengan tetap menjaga kelangsungan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia.
“Salah satu usulan terkait respons pemerintah bila tidak puas dengan jawaban Abbott adalah pengusiran sejumlah diplomat Australia dalam waktu 1 x 24 jam,” ujar Hikmahanto. Namun bila pengusiran diplomat itu sampai terjadi, kata dia, pemerintah RI tidak perlu meminta penjelasan lebih lanjut dari PM Abbott untuk mencegah rusaknya hubungan kedua negara.
Bila pengusiran diplomat Australia oleh RI telah dilakukan dan tidak ada balasan pengusiran diplomat Indonesia dari Australia, itu mengindikasikan Australia mengakui penyadapan yang mereka lakukan. Hanya saja mereka tidak bisa menyampaikan secara eksplisit di ruang publik.
Dengan pengusiran diplomat Australia oleh RI, maka masalah penyadapan dianggap selesai oleh kedua negara. Selanjutnya, dapat mulai dilakukan proses pemulihan hubungan antara Indonesia dan Australia. “Tentu ini akan memakan waktu agar kepercayaan pulih kembali,” kata Hikmahanto.a